Entah harus kumulai darimana cerita
cinta yang tak pernah berujung ini. Sekalipun kuikuti hingga aku letih, tak
pernah kutemui ujung dari perjalanan yang begitu jauh. Hingga akhirnya aku
bersimpuh, merintih, dan mulai memasrahkannya pada yang maha mencintai. Ku
lepas semua penatku dan mencoba berbaring ditengah padang luas yang penuh
ilalang.
Kupandang sekeliling, tak ada siapapun
yang kupikir bisa memegang tanganku dan membawaku pulang. Aku ingin pulang. Aku
ingin kembali pada kedamaian yang pernah kurasakan dahulu. Aku ingin bergerak
mundur setelah aku tau disini begitu pedih. Kupandang sekeliling lagi.
Aku masih berharap akan ada sosok yang
menunjukkanku arah pulang. Aku tidak tersesat, aku hanya tidak tau jalan
pulang. Pandanganku seolah kabur tertutupi beberapa peristiwa yang kulalui
akhir-akhir ini. Peristiwa yang membuat kedamaian itu memudar. Peristiwa yang
berhasil membawaku melangkah begitu jauh dan ketika aku melihat kebelakang aku
hanya seorang diri. Saat itu aku mulai merasa ada yang tersayat.
Ada sesuatu yang membuatku begitu cemas
hingga akhirnya aku kehilangan arah. Saat itu aku terus berjalan dan mencoba
mencari sosok yang membawaku ketempat ini. Tapi NIHIL. Tak kutemui siapapun.
Tak kudengar suara apapun. Tak ku lihat beberapa bintang yang menuntun
langkahku selama ini.
Aku terbuang, aku ditinggalkan. Hingga
akhirnya aku tetap memutuskan untuk berjalan. Sekalipun dengan luka yang tersayat,
sekalipun dengan hati yang terbelenggu sesuatu yang tak mampu kujamah. Sampai
disini, disebuah padang luas penuh ilalang ini aku merasa letih dan memandang
sayu.
Aku menerawang, mengingat kembali
memori indah dimasa itu. Aku tersenyum. Manis. Mungkin akan sangat manis apabila
aku masih berada dimasa itu. Lagi-lagi aku melihat sekeliling. Hanya ada
hamparan luas penuh ilalang yang tak mungkin menuntunku kembali pulang. Aku
menunduk, menyesal sudah melangkah sejauh ini. Menyesal sudah mengikuti sosok
yang tak pernah aku pahami. Menyesal sudah membiarkan naluriku mengikuti
bintang yang tak kutau berasal darimana.
Tak kusadari sesuatu menetes dari
mataku, aku menangis. Aku bisa menangis. Setelah beberapa tahun pura-pura tegar
ternyata aku bisa menangis. Aku tersenyum sambil mengusap airmataku ‘ternyata
aku masih wanita,’ ucapku lirih sambil tetap mengusapinya.
Aku melihat sekeliling lagi, masih
tetap tak ada siapapun. Aku lega. Aku merasa tak ada satupun yang melihatku
menangis. Hanya aku yang tau kalau aku lemah. Tidak ada siapapun. Saat itu aku
merasa airmataku semakin deras. Aku merasa semua kepenatanku selama ini dibayar
dengan setiap tetes air yang berlinang. ‘ternyata begini rasanya menangis, aku
sudah lupa,’ ucapku lagi. Aku tersenyum dan mulai menikmati setiap airmata yang
berlinang sambil sedikit bermain main dengan ilalang.
Kurasakan semilir angin menyentuh bulu
kudukku. Seketika kurasakan kesejukan yang sudah lama tak kudapatkan. Aku
merasa semakin dekat dengan jalanku pulang. Hatiku merasakan sedikit kedamaian
yang mirip dengan kedamaian ditempat singgahku. Tuhan, terimakasih. Aku
berjalan dengan bibir penuh senyum. Hatiku terasa begitu lapang. Aku akan
pulang.
Kemudian aku berlari sejauh yang
kubisa. Kulihat ilalang-ilalang yang melambaikan tangan mengiringi kepergianku.
Mereka seolah setuju aku harus pulang dan kembali menata semua mimpiku. Mimpi
yang semakin jauh karena aku lebih memilih berjalan belok daripada terus lurus
hingga sampai tujuan. Kenikmatan cinta membuatku lupa tujuan yang lebih nyata.
Aku lebih memilih yang semu. Tapi sekarang, aku sudah menemukan arahku. Arah pulang
yang selama ini aku cari. Aku rindu semuanya. Rindu mereka yang benar-benar
menyayangiku. Aku pasti pulang. Aku segera pulang.